TEKNOLOGI INDUSTRI
HOLTIKULTURA
KLIMATRIKS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
......................................................................................................
Daftar
Isi...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
..........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah
..........................................................................................
1.3 Tujuan
..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Fisiologis Pasca Panen
..................................................................
2.2 Respirasi
.....................................................................................................
2.3 Klimaterik .................................................................................................
2.4
Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi
.........................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Ada pun makalah ini saya susun, untuk dapat memenuhi tugas Mata
Kuliah Pendidikan Lingkungan. Saya berharap dengan disusunnya makalah ini dapat
membantu masyarakat mengetahui dan memahami pengertian tentang Sumber Daya Alam
dan Asas-Asas Pengetahuan Lingkungan.
Mohon maaf jika dalam penulisan
atau pembuatan makalah ini banyak keslahan,oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun saya harapkan. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada
Allah SWT dan Bapak Andi Asnur Pranata selaku dosen mata kuliah Pengantar
Lingkungan yang telah membimbing saya, serta pihak yang telah saya jadikan
sebagai refrensi dalam pembuatan makalah ini sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri maupun bagi
para pembaca.
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk Hortikultura seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup,
seperti kalau belum dipanen atau masih di pohon. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami
proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena
masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan
sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami prubahan-perubahan yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari roduk
tersebut.
Perubahan tersebut disebabkan oleh
beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan
unsur oksigen dan pengeluaran cabon dioksida, serta penguapan uap air dari
dalam produk tersebut, yang petama kita kenal dengan istilah respirai sedangkan
yang kedua dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura
kalau masih di pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi
oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah
dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak
dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga
tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang
telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada
suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk
hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan
produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin
mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya
menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk
hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan
adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses
kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu
produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk
tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk yang dipanen sebelum atau kelewat
tingkat kemasakannya maka produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak
sesuai dengan keinginan pengguna
Berdasarkan hal diatas, maka dibuatlah
makalah ini sehingga penulis dapat mengetahui tentang proses-proses perubahan
fisiologis pasca panen pada produk hortikultura seperti buah-buahan dan sayuran
seperti proses respirasi.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:
Bagaimana perubahan fisiologis pada saat pasca panen pada produk
hortikultura (buah-buahan dan sayuran)?
Apa yang dimaksud dengan respitasi dan bagaimana prosesnya?
Apa yang dimaksud dengan klimaterik?
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi pada produk
hortikultura (buah-buahan dan sayuran)?
Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang proses-proses
perubahan fisiologis pasca panen pada produk hortikultura seperti buah-buahan
dan sayuran seperti proses respirasi dan mekanisme atau aktivitas yang terjadi dalam respirasi serta
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi pada pada produk
hortikultura (buah-buahan dan sayuran).
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Fisiologis Pasca Panen
Produk Hortikultura seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup,
seperti jika belum dipanen atau masih di
pohon. Benda hidup disini dalam
pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu
proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk
buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami
prubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
kimiawinya serta mutu dari roduk tersebut.
Perubahan tersebut disebabkan oleh
beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan
unsur oksigen dan pengeluaran cabon dioksida, serta penguapan uap air dari
dalam produk tersebut, yang petama kita kenal dengan istilah respirai sedangkan
yang kedua dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura
kalau masih di pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi
oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah
dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak
dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga
tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang
telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada
suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk
hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan
produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin
mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya
menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk
hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan
adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses
kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu
produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk
tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk yang dipanen sebelum atau kelewat
tingkat kemasakannya maka produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak
sesuai dengan keinginan pengguna.
Buah-buahan yang merupakan produk
hortikultura apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan
mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis dimana ada yang menguntungkan
dan sangat merugikan bila tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan
atau kebusukan. hal ini akan
mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga merupakan suatu
kehilangan (loss). Di indonesia
kehilangan buah-buahan cukup tinggi 25 - 40 %. Untuk menghasilkan buah-buahan
dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh perlakuan selama
penanganan on-farm, ditentukan juga oleh faktor penanganan pasca panen yang
secara umum mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, pembersihan dan
pencucian, grading, pengemasan, pemeraman, penyimpanan dan pengangkutan.
Pemasakan buah merupakan salah satu
hasil metabolisme jaringan tanaman. Pada kondisi pemasakan buah merupakan hal
yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-buahan, karena buah tersebut
akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada konsisi lain pemasakan buah merupakan
kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut tidak segera
dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan
waktu yang tidak singkat. Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik
petani, pedagang atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah
mengalami pemasakan pada waktu yang tepat atau sesuai dengan waktu yang
diinginkan.
Jika produk hortikultura masih di pohon
maka produk tersebut masih medapatkan pasokan / suplai apa saja yang diperlukan
dari dalam tanah seperti air, udara serta unsur hara dan mineral-mineral yang
diperlukan untuk sintesis maupun perombak tetapi kalau produk tersebut sudah
lepas dengan tanamannya/dipanen maka pasokan tersebut sudah tidak terjadi
lagi/tidak berlangsung lagi. Kegiatan sintesis yang utama dalam organ yang
masih melekat pada tanaman adalah pada aktifitas proses fotosintesis tetapi
kalau sudah lepas proses fotosintesis ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi
proses metabolisme tetap berlangsung baik sintesis maupun perombakan.
Proses metabolisme pada buah-buahan maupun
sayur-sayuran yang telah lepas dari pohonnya pada dasarnya adalah transpormasi
metabolis pada bahan-bahan organis yang telah ada atau telah dibentuk selama
bagian tersebut masih dalam pohon yang bersumber dari aktifitas proses
fotosintesis. Selain itu juga terjadi pegurangan kadar air dari dalam produk
hortikultura tersebut baik karena proses pengeluaran lewat permukaan produk
maupun oleh proses metabolisme oksidatif termasuk proses respirasi dari produk
yang tetap terus berlangsung.
2.2 Respirasi
Pada umumnya semua produk hortikultura
(buah dan sayuran) setelah dipanen masih melakukan proses respirasi. Adanya
respirasi menyebabkan produk tersebut mengalami perubahan seperti pelayuan dan
pembusukan. Respirasi sendiri merupakan perombakan bahan organik yang lebih
kompleks (pati, asam organik dan lemak) menjadi produk yang lebih sederhana (
karbondioksida dan air) dan energi dengan bantuan oksigen. Aktivitas respirasi
penting untuk mempertahankan sel hidup pada produk. Sedangkan produk dengan
laju respirasi tinggi cenderung cepat mengalami kerusakan.
Pada proses respirasi terjadi proses
katabolisme yaitu perombakan senyawa-senyawa kompleks yang diuraikan dengan
bantuan oksigen (C6H12O6 + 6O2 -> 6CO2 + 6H2O). Proses respirasi
berbeda-beda, semakin banyak oksigen yang digunakan maka proses respirasi
semakin meningkat. Adanya respirasi menyebabkan komoditas tersebut mengalami
perubahan seperti penuaan dan pembusukan. Proses cepat lambatnya resipasi juga
dipengaruhi oleh etilen. Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling
sederhana yang (C2H4) berupa gas yang berpengaruh terhadap proses fisiologi
tanaman, seperti pertumbuhan, pemasakan, penuaan, dan pembusukan. Etilen adalah
senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai hormon pertumbuhan,
perkembangan dan kelayuan. Oleh sebab itu keberadaan etilen perlu ditekan pada
saat produk telah mengalami kematangan agar daya simpan produk lebih lama.
Reaksi respirasi merupakan reaksi
katabolisme yang memecah molekul-molekul gula menjadi molekul anorganik berupa
CO2 dan H2O
Respirasi adalah suatu proses
pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan
energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana
substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator
mengalami reduksi menjadi H2O.
Respirasi yaitu suatu proses pembebasan
energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan
menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak
kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan.
Telah diketahui bahwa hasil akhir dari
respirasi adalah CO2 dan H2O, hal ini terjadi bila substrat secara sempurna
dioksidasi, namun bila berbagai senyawa di atas terbentuk, substrat awal
respirasi tidak keseluruhannya diubah menjadi CO2 dan H2O. Hanya beberapa
substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O, sedangkan
sisanya digunakan dalam proses anabolik, terutama di dalam sel yang sedang
tumbuh. Sedangkan energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa
senyawa dalam proses respirasi dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Respirasi didefinisikan sebagai
perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam
organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida, dan air,
dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa lain yang dapat digunakan sel
untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi
aerobik) atau dengan tidak adanya oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut
fermentasi). Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari
aktifitas metabolis pada jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk
penyimpanan hidup hasil panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur
dari setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida dikeluarkan selama tingkat
perkembangan (development), ketuaan (maturation), pemasakan (ripening),
kebusukan (senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju
respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum
matang dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.
Pada umunya, komoditas sayuran setelah
dipanen masih melakukan reaksi-reaksi metabolik dan mempertahankan sistem
fisiologis seperti halnya pada saat komoditas tersebut masih menempel di
pohonnya /sebelum dipanen. Produk Hortikultura
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda
hidup, seperti kalau belum dipanen atau masih di pohon. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami
proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metabolisme. Karena
masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan
sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari roduk
tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya
respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran
cabon dioksida, serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut, yang petama
kita kenal dengan istilah respirai sedangkan yang kedua dikenal sebagai
transpirasi.
Adanya aktivitas respirasi pada
hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan hasil pertanian menjadi matang dan
menjadi tua. Proses matangnya hasil pertanian merupakan perubahan dari warna,
aroma, dan tekstur berturut-turut menuju ke arah hasil pertanian yang dapat
dimakan/dapat digunakan dan memberikan hasil sebaik-baiknya. Proses menjadi tua
(senescence) merupakan proses secara
normal menuju ke arah kerusakan sejak lewat masa optimal.
Aktivitas metabolisme dan energi panas
pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan adanya proses respirasi. Panas respirasi adalah panas yang dihasilkan
karena adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, panas respirasi ini
sangat berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan pangan nabati
sehingga berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan penyimpanan.
Respirasi menghasilkan panas yang
menyebabkan terjadinya peningkatan panas, sehingga proses kemunduran seperti
kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin
meningkat. Panas respirasi dipengaruhi
oleh lingkungan. Meningkatnya suhu lingkungan akan meningkatkan panas respirasi
karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme seiring dengan meningkatnya suhu
lingkungan. Respirasi adalah sangat tergantung pada suhu, mikroorganisme
pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya
peningkatan suhu.
Mutu
simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif dan menurunkan
suhu udara. Respirasi adalah suatu proses oksidasi glukosa (perombakan) dalam
sel hidup menjadi CO2, uap air dan energi. Dengan menggunakan enzim pada
mitokondria, molekul gula dioksidasi menjadi air, karbondioksida, dan energi melalui
reaksi biokimia. Berlangsung tidaknya proses ini dapat ditentukan dengan
mengamati ada tidaknya uap air, karbondioksida, dan energi yang dikeluarkan
oleh sel tumbuhan. Jaringan, sel, dan organ tumbuhan yang mengeluarkan tetes
air, terjadi peningkatan volume udara, dan peningkatan suhu dapat dikatakan
melangsungkan respirasi.
Laju dari proses respirasi dalam produk
hortikultura akan menentukan daya tahan dari produk tersebut baik buah-buahan
maupun sayur-sayuran yang telah dipanen, sehingga sering dijumpai ada produk
yang tahan disimpan lama setelah dipanen seperti pada biji-bijian, umbi-umbian
tetapi banyak pula setelah produk tersebut dipanen tidak tahan lama untuk
disimpan, seperti pada produk buah-buahan yang berdaging maupun produk
hortikultura yang lunak-lunak seperti sayur-sayuran daun. Agar proses
metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat belangsung terus maka
diperlukan persediaan energi yang cukup atau terus menerus pula, dimana suplai
energi tersebut diperoleh dari proses respirasi. Respirasi terjadi pada setiap
makhluk hidup termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen, yang
merupakan proses konversi exothermis dari energi potensial menjadi energi
konetis. Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga
tingkat yaitu: pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua
oksidasi gula menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi
piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi CO2 , air, dan energi yang berlangsung.
Setelah pemanenan bukan berarti buah
atau sayur menjadi mati. Namun, selama itulah terjadi proses kehidupan yang
sangat menentukan mutu dan kualitas dari produk tersebut. Proses ini antara
lain adalah terjadinya peristiwa respirasi. Maka, ilmu ini sangat penting dipelajari
untuk menjaga kualitas atau mutu komoditi, sehingga produk hasil pertanian
masih bias bersaing di pasaran tanpa adanya kekurangan penampilan fisik,
kekurangan kandungan gizi, dan cita rasanya.
Kecepatan respirasi buah ataupun sayuran
tergantung dari suhu penyimpanan, ketersediaan oksigen untuk berespirasi dan
karakteristik produk itu sendiri. Respirasi atau pernafasan adalah suatu proses
pertukaran gas yang melibatkan proses metabolisme perombakan senyawa
makromolekul (karbohidrat, protein, lemak) menjadi CO2, air dan sejumlah
energi. Yang mempengaruhi pematangan buah-buahan dan sayuran adalah kelayuan.
Kelayuan merupakan proses normal pada tumbuhan yang terjadi karena mobilisasi
zat-zat makanan untuk pertumbuhan biji atau buah. Beberapa hormon pada tumbuhan
dapat menghambat atau mempercepat proses kelayuan.
Di samping respirasi dan kelayuan,
etilen merupakan hormon tumbuhan, yang dipengaruhi oleh hormon lainnya dan
cahaya. Selain pada pematangan, etilen juga berpengaruh pada percabangan,
kelayuan daun, perakaran, perbungaan, dan pertunasan. Aktivitas etilen
dipengaruhi oleh suhu, hormon auksin, metalo-enzim, O2 dan CO2. Secara
bertujuan untuk melihat perbedaan laju respirasi antar jenis komoditi dan suhu
penyimpanan bahan hasil pertanian pada suhu ruang dengan yang disimpan pada
suhu rendah.
Perubahan – perubahan yang terjadi
selama proses respirasi antara lain : Mempercepat senescene ( stadia akhir dari
perkembangan tanaman ) karena cadangan makanan telah habis diubah menjadi
energy, kehilangan nilai gizi makanan, berkurangnya kualitas rasa dan
kehilangan berat kering.
Pada umumnya umur simpan berbagai
komoditi pertanian berbanding terbalik dengan adanya laju respirasi dari
komoditi itu sendiri. Bahan yang memiliki sifat umur simpan pendek adalah yang
mempunyai laju respirasi yang besar atau tinggi. Beberapa contoh komoditi yang
laju respirasinya relatif tinggi adalah : selada, bayam, kapri, dan jagung
manis. Sedangkan contoh komoditi yang laju respirasinya tergolong rendah adalah
: bawang, kentang, dan jenis umbi-umbian. Kecepatan resprasi pada buah
meningkat dengan mening-katnya suplai oksigen. Tetapi bila konsentrasi O2 lebih
besar dari 20 persen respirasi hanya sedikit ber-pengaruh, konsentrasi CO2 yang
cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan buah dengan cara menghambat proses
respirasi.
Buah dan sayur memiliki daya simpan yang
berbeda
Dalam penyimpanan buah-buahan dan
sayuran (produk hortikultura) setelah pemanenan masih terjadi peristiwa
kehidupan yang mengakibatkan komoditi kehilangan beberapa keunggulannya yang
sangat bermanfaat bagi manusia sebagai produsen maupun konsumen. Buah-buahan
segar setelah dipanen perlu segera ditanganai secara tepat agar proses biologis
yang tetap terjadi seperti transpirasi, respirasi, emisi etilen, reaksi
enzimatis, dan lain-lain dapat dihambat. Respirasi merupakan salah satu bentuk
proses kehidupan yang perlu dipelajari, karena sangat berpengaruh terhadap
kualitas dan kuantitas komoditi hasil pertanian. Respirasi atau pernafasan
adalah suatu proses pertukaran gas yang melibatkan proses metabolisme
perombakan senyawa makromolekul (karbohidrat, protein, lemak) menjadi CO2, air
dan sejumlah energi.
Produk dengan laju respirasi tinggi
cenderung cepat mengalami kerusakan. Percepatan respirasi ini juga dipengaruhi
oleh keberadaan etilen. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang berfungsi
sebagai hormon pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan. Oleh sebab itu
keberadaan etilen perlu ditekan pada saat produk telah mengalami kematangan
agar daya simpan produk lebih lama.Proses respirasi diawali dengan adanya
penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan
secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam
respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang
antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan
karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk
ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan
sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen dari udara,
oksigen kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan,
diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan
transpor elektron.
Pengurangan laju respirasi sampai batas
tertentu dapat memperpanjang daya simpan produk segar tetapi kebutuhan energi
sel terpenuhi.. Pengendalian respirasi tersebut dapat dilakukan dengan cara
pelapisan, penyimpanan suhu rendah, dan modifikasi atmosfir ruang penyimpanan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa laju
proses respirasi merupakan penanda atau sebagai ciri dari cepat tidaknya
perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal tersebut behubungan dengan
daya simpan produk hortikultura setelah panen.
Laju atau besar kecilnya respirasi yang
terjadi dalam produk hortikultura dapat diukur karena seperti kita ketahui
bahwa respirasi secara umum terjadi kalau ada oksigen dengan hasil
dikeluakannya carbon doiksida dari produk yang mengalami respirasi maka
respirasi dapat diketahui dengan mengukur atau menentukan jumlah substrat yang
hilang, O2 yang diserap, CO2 yang
dikeluarkan, panas yang dihasilkan, serta energi yang ditimbulkannya. Respirasi
juga menghasilkan air (H2O) tetapi dalam hal ini tidak diamati dalam prakteknya
karena reaksi berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air yang
dihasilkan reaksi yang sedikit tersebut “seperti setetes dalam air satu ember”.
Energi yang dikeluarkan juga tidak ditenukan oleh karena berbagai bentuk energi
yang dihasilkan tidak dapat diukur dengan hanya satu alat saja. Proses oksidasi
biologis juga diikuti dengan terjadinya kenaikan suhu dan hal ini sebenarnya
juga dapat dipergunakan sebagai penanda seberapa besar laju respirasi yang
terjadi/bejalan. Tetapi karena antara keduanya tidak ada hubungan stoikiometrik
maka perubahan suhu tidak dipergunakan sebagai penanda laju respirasi dalam
produk hortikultura. Pengukuran kehilangan substrat, seperti yang terjadi
adanya respirasi akan menyebabkan penurunan berat kering dari produk, tetapi
ini mungkin sulit untuk dilakukan pengukuran karena adanya variasi dalam
perubahan berat kering secara absolut; untuk itu diperlukan analisis kimia
secara langsung.
Ternyata laju respirasi dari produk
hortikultura yang telah dipanen mempunyai pola yang berbeda-beda dan dari
variasi pola laju respirasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk
laju respirasi yaitu kelompok yang mempunyai pola laju respirasi yang teratur,
dan kelompok lain kebanyakan produk hortikultura yang berdaging memperlihatkan
penyimpangan dari pola respirasi yang terdahulu.
Dari pandangan pasca panen, pengaruh
laju utama repirasi adalah penting, laju respirasi juga memberikan indikasi
laju metabolisme secara keseluruhan tanaman atau bagian tanaman. Jadi respirasi
berlangsung adalah untuk memperoleh energi untuk tetap menjaga aktivitas
hidupnya. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat terjadinya
perombakan yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut, sehingga
respirasi sering digunakan sebagai indeks untuk menentukan masa simpan produk.
Respirasi akan terus berlangsung ketika
setelah dipetik. Proses respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi
karena perubahan-perubahan kimia dalam buah dari pro-vitamin A menjadi vitamin
A, pro-vitamin C menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang
menghasilkan CO2, H2O, dan etilen.
Akumulasi produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan pembusukan.
Respirasi ini tidak dapat dihentikan, hanya bisa dihambat yaitu dengan
menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah.
Metode yang umum digunakan untuk
menurunkan laju respirasi buah-buahan segar adalah pengontrolan suhu ruang
penyimpanan. Untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan suhu
penyimpanan sebesar 10 Derajat C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi
sebesar 2 sampai 2.5 kali, tetapi di atas suhu 35 derajat C laju respirasi akan
menurun karena aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya difusi
oksigen. Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil
pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk
tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan
karena sederhana dan efektif. Menurut Broto (2003), prinsip penyimpanan dengan
pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas
cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup.
2.3 Klimaterik
Perubahan pola respirasi yang mendadak
sebelum proses kelayuan pada bahan bahan
dikenal dengan istilah Klimaterik. Meningkatnya proses respirasi tergantung
pada jumlah etilen yg dihasilkan, meningkatnya sintesa protein dan RNA (Ribose
Nucleic Acid). Klimaterik merupakan suatu perubahan pola respirasi yang
mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selam proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali
dengan proses pembuatan etilen, yang ditandai dengan terjadinya proses
pematangan.
Klimaterik dapat diartikan sebagai keadaan buah yang stimulasi menuju
kematangannya terjadi secara ”auto” (auto stimulation). Proses tersebut juga
disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik juga merupakan
suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu. Selama proses ini
terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan pembentukan etilen,
yaitu suatu senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas.
Produk yang termasuk respirasi
klimaterik ditandai dengan produksi karbohidrat meningkat bersamaan dengan buah
menjadi masak dan diiringi pula peningkatan produksi etilen. Saat produk
mencapai masak fisiologi, respirasinya mencapai klimaterik yang paling tinggi.
Respirasi klimaterik dan proses pemasakan dapat berlangsung pada saat buah
masih di pohon atau telah dipanen. Pemanenan dapat dilakukan ketika laju
respirasi suatu produk sudah mencapai klimaterik. Hal ini karena ketepatan
pemanenan sangat mempengaruhi kualitas produk tersebut. Produk yang dipanen
terlalu muda pada produk buah-buahan menyebabkan kematangan yang tidak sempurna
sehingga kadar asamnya meningkat dan menjadikan buah terasa masam. Untuk
pemanenan yang terlalu tua menyebabkan kualitas produk turun pada saat disimpan
dan rentan terjadi pembusukan.
Buah klimaterik merupakan golongan buah
yang cepat mengalami kerusakan atau pembusukkan, Hal ini disebabkan karena pada
buah klimaterik memiliki pola respirasi yang unik yaitu adanya peningkatan laju
respirasi atau peningkatan CO2 secara mendadak yang dihasilkan selama
pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan
tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis
yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan
terjadinya proses pematangan.
Perkembangan awal dengan pembelahan sel,
pematangan dan penuaan. Awal respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan
bersama dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan
komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun
tidak selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya
dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi.
Klimaterik menghasilkan lebih banyak
etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih seragam tingkat
kematangannya pada saat pemberian etilen. buah klimaterik hanya akan mengadakan
reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimaterik dan tidak
peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. Contoh buahnya
meliputi pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel dan sebagainya.
Buah alpukat bersifat klimaterik, karena seusai panen terjadi proses mendadak
memproduksi etilen, yaitu mulainya proses pematangan. Hasil penelitian para
pakar menunjukan bahwa buah alpukat yang disimpan di dalam udara biasa akan
matang setelah 11 hari. Bila etilen mencapai 10 ppm dalam 24 jam, buah alpukat
akan matang pada hari ke 6. Jumlah etilen pada buah alpukat saat praklimaterik
adalah antara 0,5 ppm – 1,5 ppm, sedangkan setelah mencapai puncak klimaterik
konsentrasi etilen mencapai 300 ppm – 700 ppm. Etilen adalah suatu hormon yang
penting dalam proses pematangan buah. Oleh karena itu, dalam penanganan pasca
panen buah alpukat dapat dilakukan pemeraman bila akan dipercepat
pematangannya. Tanpa dilakukan pemeraman pun buah alpukat akan matang, tetapi
proses pematangannya berlangsung relatif lama.
Penanganan klimaterik bisa digunkan dengan proses pendinginan,
peyimpanan, karnakan buah klimaterik lama kelamaan akan matang dan akan busuk.
sehingga perlu penangan. Buah klimaterik merupakan golongan buah yang cepat
mengalami kerusakan atau pembusukkan, hal ini disebabkan karena pada buah
klimaterik memiliki pola respirasi yang unik yaitu adanya respirasi peningkatan
laju respirasi secara mendadak. Teknologi yang bisa diterapkan pada buah
klimaterik adalah teknologi yang dapat mengurangi laju respirasinya, seperti
pendinginan, pengemasan, pelilinan dan radiasi.
Awal respirasi klimaterik diawali pada
fase pematangan bersamaan dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju
kerusakan komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya,
walaupun tidak selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang
dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi.
Berdasarkan diagram alir fase pasca panen diatas dapat dilihat bahwa
separuh dari fase pasca panen merupakan fase anabolisme dan separuhnya lagi
fase katabolisme. Pada fase pasca panen ini, buah dan sayuran yang ada sudah
memiliki tingkat kematangan buah yang tepat pada fase klimaterik dan fase
praklimateriknya. Sedangkan pada fase klimaterik puncak, mulai terlihat fase
katabolisme sebagai efek tidak adanya lagi asupan nutrisi dari hasil
fotosintesis dan berhentinya asupan karbondioksida dengan digantikan oleh
asupan oksigen. Sehingga buah dan sayuran tersebut mulai mengalami fase stress,
kemudian fase penuaan yang ditandai oleh mengungingnya daun, keluarnya abicic
acid dan penipisan dinding sel, sampai akhirnya menjadi busuk.
Dari fase kehidupan buah dan sayuran
inilah dikenal dua buah jenis buah, yaitu buah klimaterik dan buah klimaterik.
Buah klimaterik dan buah non klimaterik dibedakan dari lama laju respirasinya,
atau dengan kata lain lamanya ketahanan buah tersebut tanpa penyimpanan khusus.
Buah klimaterik akan mengalami laju respirasinya lebih cepat, dengan lonjakan
waktu respirasi sangat ekstrim. Dan memiliki kandungan amilum yang banyak,
cenderung memiliki kulit buah yang tipis, serta kebanyakan bukan termasuk buah
yang harus masak pohon. Sehingga buah klimaterik cenderung akan memiliki masa
simpan yang pendek atau mudah busuk.
TOMAT merupakan salah satu contoh buah
klimaterik. Tomat (Licopersicum esculentum) merupakan buah yang sering kita
jumpai sehari-hari. Tomat sangat baik untuk tubuh manusia karena mengandung
karotin yang berperan sebagai provitamin A, mineral, protein, lemak dan kalori.
Vitamin C yang ada didalamnya juga bermanfaat untuk antioksidan dan
antisclorisis. Buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan
respirasi. Proses respirasi pada tomat terjadi dengan cepat dan menyebabkan
pembusukan. Hal ini terjadi karena perubahan-perubahan kimia dalam buah tomat
dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari
karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi
produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan pembusukan. Selain respirasi,
buah tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas tersebut tidak dibarengi
oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu dirombak dan air menguap
tanpa ada pasokan baru. Karena itulah tomat dikenal sebagai buah klimaterik
karena masa simpannya yang pendek.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Laju
Respirasi
Secara umum, faktor-faktor yang
mempengaruhi respirasi pada buah dan sayuran dibagi atas 2 macam, yaitu :
Faktor Internal
Tingkat Perkembangan
Untuk buah klimaterik, kecepatan
respirasi akan menjadi minimum pada waktu pencewasaan dan cendrung konstan
setelah dipanen. Apabila terjadi pematangan, respirasi akan meningkat sampai
mencapai puncak klimaterik, dan setelah itu akan menurun secara perlahan sampai
mencapai masa senescene.
Komposisi Kimia Jaringan
Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi
laju respirasi, dimana pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat,
maka laju respirasi akan semakin cepat. Pada produk-produk yang memiliki
lapisan kulit yang tebal, maka laju respirasinya rendah, dan pada jaringan muda
proses metabolisme akan lebih aktif daripada organ-organ tua. Tumbuhan dengan
kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah
pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju
respirasi akan meningkat. Nilai respirasi Quotient (RQ) bervariasi menurut
jenis substrat yang sedang digunakan. Respirasi Quotient (RQ) pada berbagai
substrat yaitu:
Karbohidrat RQ = 1
Lemak RQ < 1
Asam organik RQ > 1
Cara menentukan Respiration Quotient
(RQ) adalah :
Respiratory Quotient (RQ) = (〖CO〗_2 yang dihasilkan)/( O_2
yang dikeluarkan)
Ukuran Produk
Buah yang lebih besar akan memiliki
kecepatan respirasi yang lebih kecil daripada buah yang berukuran besar.
Pelapisan Alami
Komoditas yang mempunyai pelapisan kulit
yang baik akan memperlihatkan kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen
akan lebih sulit untuk berdifusi ke dalamnya.
Jenis Jaringan
Jaringan muda yang aktif bermetabolisme
akan menunjukkan aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ
yang dorman.
Faktor Eksternal
Suhu
Umumnya, laju reaksi respirasi akan
meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C. Namun, hal ini tergantung
pada masing-masing spesies.
Etilen
Pemberian etilen pada tingkatan
pra-klimaterik, akan meningkatkan respirasi buah klimaterik.
Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi
laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing
spesies. Bahkan, pengaruh oksigen berbeda antara organ satu dengan yang lain
pada tumbuhan yang sama. Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu
diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi semakin
cepat.
Karbondioksida
Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat
memperpanjang masa simpan buah- buahan dan sayur-sayuran, karena CO2
menimbulkan gangguan respirasi pada produk tersebut. Pengukuran CO2 yang juga
merupakan laju respirasi dapat digunakan sebagai salah satu indi-kator terjadinya
berbagai macam perubahan dan kemasakan. Hubungan antara proses pertumbuhan
dengan jumlah CO2 yang dihasilkan sejalan. Hal ini disebabkan karena laju
respirasi berbanding lurus dengan jumlah produk CO2. Jumlah CO2 yang
di-hasilkan terus menurun sampai men-dekati proses kelayuan tiba-tiba produk
CO2 meningkat, kemudian turun lagi.
Luka pada buah
Kerusakan atau luka pada produk
sebaiknya dihindari, karena dapat memacu terjadinya respirasi, sehingga umur
simpan produk semakin pendek.
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa:
Respirasi adalah pemecahan bahan organik produk hortikultura
(karbohidrat, protein, lemak) menjadi molekul sederhana ( CO2 dan H2O) dengan
melepas energi (panas) yang memerlukan oksigen dan menghasilkan karbondioksida.
Kehilangan bahan organik selama respirasi berarti menuju kebusukan,
menurunkan nilai pangan, menurunkan flavor, menurunkan bobot.
Laju kerusakan produk hortikultura setelah panen proporsional dengan
laju respirasi .
Semakin tinggi laju respirasi, laju kerusakan semakin cepat dan semakin
memperpendek umur simpan suatu produk hortikultura.
Berdasarkan perubahan respirasi dan produksi etilen selama penuaan dan
pematangan, produk hortikultura (berbentuk buah) digolongkan kedalam buah
klimaterik dan non klimaterik.
Buah Klimaterik adalah buah yang mengalami sebuah “fase pematangan”
(misalnya pelunakan, menjadi lebih manis & keasaman berkurang) dan
mengalami peningkatan respirasi & produksi etilen selama pematangan.
Buah Klimaterik menunjukkan
peningkatan CO2 dan laju etilen
menjelang pematangan.
Faktor yang mempengaruhi respirasi buah-buahan dan sayuran ada 2 yaitu
faktor internal meliputi tingkat perkembangan, komposisi kimia jaringan, ukuran
produk, pelapisan alami dan jenis jaringan dan faktor eksternal meliputi suhu,
etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida dan luka pada buah.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan
Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa: Bandung.
Anonim, 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Laju Respirasi. http://apwardhanu.wordpress.com. Di
akses pada hari Selasa tanggal 19 Maret 2013
pukul 16.44.
Anonim, 2010. Laju Respirasi.
http://herypurwantomanik.blogspot.com. Diakses pada hari Selasa tanggal 19
Maret 2013 pukul 18.56.
Anonim, 2010. Pengaruh Respirasi pada Buah dan Sayuran.
http://agroinworld.blogspot.com. Diakses pada hari Selasa tanggal 19 Maret 2013
pukul 18.43.
Anonim, 2011. Buah Klimaaterik dan
non-Klimaterik. http://rinoyuhendra.blogspot.com. Diakses pada hari Senin
tanggal 18 Maret 2013 pukul 15.05.
Anonim, 2011. Faktor yang Mempengaruhi Daya
Simpan. http://chicamayonnaise.blogspot.com. Diakses pada hari Senin tanggal 18
Maret 2013 pukul 15.32.
Anonim, 2011. Klimaterik dan non-klimaterik.
http://fadli-botutihe.blogspot.com. Diakses pada hari Senin tanggal 18 Maret
2013 pukul 15.53.
Anonim, 2011. Respirasi.
http://ika-akmala.blogspot.com. Diakses pada hari Selasa tanggal 19 Maret 2013
pukul 17.36.
Anonim, 2011. Respirasi pada Buah dan Sayur.
http://chylenzobryn.blogspot.com. Diakses pada hari Senin tanggal 18 Maret 2013
pukul 16.04.
Anonim, 2012. Analisis Buah Klimaterik dan
Buah Non-Klimaterik. http://jimsigra.blogspot.com. Diakses pada hari Selasa
tanggal 19 Maret 2013 pukul 18.42.
Anonim, 2012. Buah Klimaterik dan Buah
Non-Klimaterik. http://blog.ub.ac.id/farahviandini.com. Diakses pada hari
Selasa tanggal 19 Maret 2013 pukul 18.45.
Anonim, 2012. Klimaterik dan Non-Klimaterik.
http://blog.ub.ac.id. Diakses pada hari Selasa tanggal 19 Maret 2013 pukul
16.40.
Anonim, 2012. Perbedaan Buah Klimaterik dan
Buah Non-Klimaterik. http://bzet.blogspot.com. Diakses pada hari Selasa tanggal
19 Maret 2013 pukul 16.41.
Anonim, 2012. Respirasi Mangga.
http://asmaraaniagung.blogspot.com. Diakses pada hari Selasa tanggal 19 Maret
2013 pukul 16.39.
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur.
Alumni: Bandung.
Benyamin, Lakitan. 1995. Dasar – Dasar
Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Chaitimatun Nisa dan Rodinah. 2005. Kulktur
Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang ( Musa paradisiacal L.) Dengan Pemberian
Campuran NAA dan Kinetin. Bioscientiae Vol. 2, No, 2, Hal. 23-36. Program Studi
Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat: Kalimantan Selatan.
Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah
Mada University Press: Yogyakarta.
Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali:
Jakarta.
Salibury, F.B & Ross. 1995. Fisiologi
Tumbuhan, Jilid 3. Diterjemahkan oleh Dyah, R. Lukman & Sumaryono. ITB:
Bandung.
Sunu Pratignja dan Wartoyo. 2006. Buku Ajar Dasar Hortikultura. Universitas Sebelas
Maret: Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar